Wednesday, October 9, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Masjid Cheng Hoo, Surabaya (2)

Simbol Bersatunya Dua Hati Kini Tak Ada Lagi yang Memisahkan Kita Masjid Muhammad  Cheng Hoo, Surabaya, seperti jadi lambang pemersatu…

By Pusaka Jawatimuran , in Regulasi Surabaya Wisata Wisata Relegi , at 04/05/2012 Tag: , , , , ,

Simbol Bersatunya Dua Hati
Kini Tak Ada Lagi yang Memisahkan Kita

Masjid Muhammad  Cheng Hoo, Surabaya, seperti jadi lambang pemersatu Islam dan Cina: dua budaya yang masih sering dipandang berjauhan. Padahal, lembar sejarah menunjukkan, Tionghoa dan Islam bukan seperti dua orang yang baru saja berkenalan. Begitu pula di Surabaya. Masjid seluas 231 meter persegi ini merupakan bagian dari komplek PITI (Pembina Iman Tauhid Islam) di jalan Gading Surabaya. Masjid ini, katanya, berdiri sebagai wujud keinginan masyarakat muslim Tionghoa di Surabaya yang ingin memiliki tempat ibadah.
Keinginan yang lama terpendam itu memulai langkah serius pada Oktober 2001, ditandai dengan peletakan batu pertama. Pada momen ini hadir sejumlah tokoh Tionghoa non-muslim seperti Bingky Irawan, Liem Ou Yen, Bintoro Tanjung dan Henry J. Gunawan. Dari diskusi yang dilakukan sebelumnya, akhirnya diputuskan mengambil bentuk yang menonjolkan kekhasan budaya Tionghoa. Bentuk masjid yang menjadi acuan adalah Masjid Niu Jie di Beijing yang dibangun pada tahun 996 masehi. “Dari literatur yang kami punya, kami sangat tertarik dengan masjid ini,” tandas Willy Pangestu, salah satu pengurus wilayah PIT! J awa Timur.
Untuk menyelesaikan masijd ini, waktu yang dibutuhkan hanya enam bulan, dan menghabiskan fulus sekitar Rp 700 juta. Pihak PITI sangat bersyukur semua berjalan lancar karena bantuan dana terus mengalir baik dari masyarakat umum bahkan masyarakat Tionghoa non-muslim. “Kami nekat saja. Kami yakin dengan niat baik untuk mendirikan sebuah tempat ibadah, Insya Allah pertolongan Allah datang. Alhamdulillah dukungan itu datang juga dari kawan-kawan Tionghoa non-muslim. Mereka menyambut baik pembangunan masjid ini karena memang belum ada bangunan baru yang mencerminkan khas budaya Tionghoa didirikan di Surabaya,” papar Willy panjang lebar.

Satu hal juga yang menjadi keyakinan pihak PITI bahwa tempat ibadah sebenarnya tidak punya pakem. Jadi, jika masyarakat ingin mendirikan masjid dengan arsitektur khas budayanya, hal ini tidak masalah. Bulan Oktober 2002, masjid ini resmi soft opening. “Kala itu pembangunannya sudah 99 persen dan momen Ramadan sudah dekat. Jadi ya sekalian saja digunakan,” alasan ayah 3 anak ini. Secara arsitektur, jelasnya, masjid Cheng Hoo punya keunikan sendiri. Layaknya bangunan khas Tiongkok, maka warna merah dan kuning emas mendominasi bangunan masjid, diselingi sedikit warna hijau. Ada yang bilang, sekilas, masjid ini malah nampak seperti klenteng.

Nama yang dipilih untuk masjid ini adalah Masjid Muhammad Cheng Hoo. Cheng Hoo adalah salah satu penyebar Islam yang dakwahnya sampai ke tanah air. Masjid ini mampu menampung sekitar 200 jamaah.  Sedangkan bangunan utamanya berukuran 99 meter persegi (11 meter x 9 meter). Pada bagian atas bangunan terdapat delapan sisi. Angka-angka 8, 9 dan 11 itu memiliki makna mendalam. Angka 11 adalah ukuran Ka’bah ketika pertama kali dibangun, angka 9 menandakan jumlah Wali Songo yang berjasa melakukan penyebaran Islam di tanah Jawa. Sedangkan angka 8 merupakan lambang Pat Kwa yang dalam budaya Tionghoa berarti keberuntungan atau kejayaan. Papan nama masjid bertuliskan huruf Mandarin yang langsung ditulis oleh Duta Besar Republik Rakyat Cina untuk Indonesia Lu Shu Ming. Tulisan tersebut bermakna Cheng Hoo Jing Chen She yang dalam Bahasa Indonesia berarti Masjid Cheng Hoo.

Di sisi kiri dan kanan bangunan terdapat bangunan pendukung yang berukuran 5,5 x 7 meter. Kedua bangunan pendukung ini terletak lebih rendah dari bangunan utama. Pada ornamen masjid, terdapat kolaborasi joglo yang bermaksud memperkokoh persatuan dan kesatuan umat. Disisi kanan masjid terpasang sebuah replika kapal Laksamana Cheng Hoo yang konon pernah memiliki armada yang jumlahnya melebihi Columbus. Replika ini dikerjakan oleh seorang warga Surabaya asal Sulawesi, Abadaeng. Sementara arsitektur masjid secara keseluruhan dikerjakan oleh seorang insinyur warga Bojonegoro, Azis Johan. Karena keunikan arsitekturnya dan masjid ini merupakan yang pertama berciri khas Tionghoa, Museum Rekor Indonesia (MURI) menganugerahkan penghargaan kepada Masjid Muhammad Cheng Hoo. MI indah yuni

 ‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Mossaik,  November 2005