Keraton Sumenep
Keraton Sumenep melanglang ke tempo dulu. Keraton Sumenep menjadi satu-satunya bekas kadipaten atau keraton di Pulau Madura yang masih tersisa….
Keraton Sumenep melanglang ke tempo dulu.
Keraton Sumenep menjadi satu-satunya bekas kadipaten atau keraton di Pulau Madura yang masih tersisa. Wajar jika penduduk atau masyarakatnya terkesan lebih halus, dengan tutur kata dan budi bahasa yang khas layaknya ‘laladan’ (wilayah) bekas kerajaan atau keraton, seperti Ngayogyakarta Hadiningrat, Surakarta Hadiningrat, Cirebon dan lainnya. Mengunjungi kompleks keraton Sumenep, kita seolah-olah dibawa ke suasana tempo dulu. Suasana keraton yang memiliki nuansa kewibawaan tinggi. Beberapa bangunan yang tetap tegar dan tegak berdiri ditunjang penanda-penanda tata kehidupan kala itu, merepresentasikan betapa Sumenep adalah keraton yang adiluhung, yang terjaga hingga sekarang.
Keraton Sumenep dikenal pula dengan sebutan Potre Koneng (Putri Kuning). Julukan ini muncul karena di bekas Keraton Sumenep pemah hidup seorang perrnaisuri keraton, Ratu Ayu Tirtonegoro, yang memiliki kulit kuning bersih yang berasal dari negeri China. Untuk menghormati sang perrnaisuri, atap Keraton Sumenep diberi wama kuning cerah. Sebelum memasuki keraton, pengunjung akan disambut gapura dengan nama Labang Mesem. Dalam bahasa Indonesia labang berarti pintu, dan mesem adalah senyum. Gapura ini melambangkan keramahan keraton terhadap para tamu yang berkunjung. Di sisi kanan keraton, terdapat Kantor Koneng, yaitu ruang kerja raja Sumenep, yang sekarang difungsikan sebagai museum. Ruangan ini berisi koleksi peralatan rumah tangga keraton. Di luar keraton, wisatawan juga dapat mengunjungi Masjid Jamik Sumenep yang usianya tak jauh berbeda dengan usia Keraton Sumenep.
Sumenep (dalam bahasa Madura: Songeneb) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.093,45 km2 dan populasi ± 1 juta j iwa. Ibukotanya adalah Kota Sumenep. Kabupaten Sumenep pada mas a kolonial dikuasai oleh keluarga Kadipaten Madura, yaitu keluarga Cakraningrat. Kabupaten ini terletak di ujung timur Pulau Madura. Kabupaten Sumenep selain terdiri wilayah daratan juga terdiri dari berbagai pulau di Laut Jawa, yang keseluruhannya berjumlah 126 pulau. Pulau yang paling utara adalah Pulau Karamian dalam gugusan Kepulauan Masalembu dan pulau yang paling timur adalah Pulau Sakala. Batas-batas kabupaten ini adalah sebagai berikut. Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Madura, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, aebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan, dan sebelah timur berbatasan dengan Laut JawaILaut Flores. Kabupaten ini memiliki 27 kecamatan, baik di daratan Pulau Madura maupun di gugus kepulauan.
Jika kita ingin melihat masa lampau Sumenep, datanglah ke keraton Sumenep. Di sa.tla masih terjaga beberapa peninggalan yang dimuseumkan. Ya, di sekitar keraton terdapat museum yang berisi barang-barang bersejarah peninggalan zaman kerajaan Sumenep lampau. Kita seolalkolah dibawa berkelana atau melanglang ke tempo dulu dalam suasana keraton yang adiluhung. Keraton Sumenep merupakan salah satu bagian dari museum yang ada di Kota Sumenep. Museum ini hanya terdapat di Kota Sumenep, karena pusat pemerintahan Madura dulunya berada di kota ini. Nama Keraton yang merupakan bagian dari komplek museum ini adalah Keraton Panembahan Sumolo yang dibangun pada tahun 1762 M yang terdiri dari Bangunan Induk Keraton, Taman Sare, dan Labang Mesem. Sayang, pengunjung tidak dibolehkan masuk bangunan induk keraton, apalagi ke ruang-ruang dalam keraton. Mereka hanya bisa masuk di museum. Padahal di dalam ruang keraton itu terdapat beberapa ruangan yang konon dipakai sebagai semedi atau sembahyang orang-orang tertentu.
Menurut salah satu pegawai keraton sekaligus pendapa, Gus Dur (almarhum) yang mantan Presiden RI, kemudian Imam Utomo (mantan Gubernur Jatim) dan beberapa pejabat lainnya,juga pernah masuk dan sholat di salah satu ruang yang dianggap berkharisma. “Tidak semua orang boleh masuk ke sana,” kata pegawai itu. Beruntunglah wartawan Derap Desa (DD) bisa mendapatkan kesempatan memotret ruang-ruang tersebut, sambi! ditemanijurukunci. Ada empat ruangan yang tampaknya adalah seperti kamar tidur dan tempat bersembahyang. Barang-barang yang di dalamnya masih terjaga utuh berikut ukiran dan ornamen khas Sumenep. Tapi yangjeIas, dengan melihat-lihat benda peninggalan keraton yang masih tersimpan di museum, setidaknya kita memiliki gambaran dan bayangan akan keberadaan keraton Sumenep kala itu. Tepat berada di depan keraton, misalnya, ada sebuah gedung tempatrombongan atau pengunjung yang harus lapor ke penjaga museum, sekaligus membayar iuran.
Tidak mahal tetapi itu semua untuk kas. Di museum ini Anda bisa menemukan segala sesuatu yang berhubungan dengan keraton Sumenep. Ada meriam lama, ada baju tradisional khas Sumenep yang dipakai Pangeran dan Putri Sumenep, ada kamar tidur Raja Sumenep yang tidak boleh dimasuki oleh pengunjung dan masih banyak lagi yang lain. Tiket masuk tak mahal, cuma Rp 5.000 dan Anda mendapatkan panduan tur lang sung dari petugas yang ada. Di museum ini juga bisa menyaksikan pemandian para putri kerajaan keraton Sumenep ini. Dulunya pemandian ini dibuka untuk umum dan orang-orang bisa berendam tapi entah kenapa sekarang ditutup dan dijadikan kolam ikan.
AI-Quran dan Kereta Kencana
Di dalam museum tersimpan banyak sekali barang yang penuh dengan cerita di masanya dulu. Misalnya baru masuk saja, kita sudah disambut oleh sebuah AI-Qur ‘an berukuran raksasa dengan ayat-ayat sucia yang tertempel indah. Juga ada salah satu kereta kencana yang digunakan Keraton Sumenep, yang menurut keterangan merupakan hadiah dari Kerajaan Inggris di masa Pemerintahan Sultan Abdurrachman (tahun 1812-1854 M). Di salah satu ruangan museum juga tertempel foto raja-raja Sumenep dari masa ke masa. Bahkan daftar nama raja-raja Sumenep tertulis mulai dari raja pertama seperti Aria Banjak Wide, Ario Bangah, Ario Danurwendo, Ario Asrapati, Panembahan Djokarsari. Itulah 5 nama Raja/Gelar Radja/Bupati Pertama Sumenep.
Kemudian ada seperangkat sarana pengadilan yang digunakan pada saat berlangsung pengadilan di Keraton Sumenep pada era pemerintahan R.Ayu Tumenggung Tirtonegoro, tahun 1750-1762 M. Koleksi yang dipamerkan kursi pengadilan (tempat duduk raja ketika mengadili), rotan bundar (tempat terdakwa), dan kotak segi empat (tempat berkas/surat). Koleksi lainnya yang ada di museum adalah sebuah jambangan yang berasal dari Thailand sekitar abad XVII M. Jambangan ini dihiasi motif binatang dan tumbuhan, berwarna kuning di bawah glasir cokelat. Pada saat zaman kerajaan berfungsi sebagai wadah air atau tanaman hias. Tak ketinggalan lampu duduk yang dibuat dari logam, dihiasi motif sulur-suluran dengan teknik kerawangan x.usia sedang duduk di bola.
Beralih ke ruangan lain, kerangka ikan paus yang mempunyai panjang 13 m tinggi 1.75 mdan berat 4 ton tersimpan di salah satu bagian museum ini. Paus ini terdampar di desa Kertasada Kecamatan Kalianget pada tahun 1977. Kemudian di antara koleksi itu ada beberapa alas kaki yang bernama Gamparan Tonggulan berada di balik kaca. Alas kaki ini pada umurnnya dibuat dari kayu bentaos. Gamparan ini termasuk sederhana, cara menggunakannya dengan menjepit antara ibujari kaki danjari pertama. Ada pula beberapa gamparan yang dihiasi dengan ukiran. Dalam perkembangannya peran gamparan ini terdesak oleh jenis sandal yang lebih praktis dan ringan. (edt)
Bercorak Budaya Jawa hingga Eropa
Mengunjungi dan menyimak Keraton Sumenep, kita disuguhi sebuah ornamen khas yang merupakan perpaduan agama dan budaya mancanegara. Keraton yang terletak di tengah-tengah kota itu dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Sumolo I tahun 1762. Bangunan keraton ini mempunyai corak budaya Jawa, Islam, China dan Eropa. Di dalam keraton terletak peninggalanpeninggalan bersejarah seperti Pendopo Agung, kantor Koneng, dan bekas Keraton Raden Ayu Tirtonegoro yang sa at ini dijadikan tempat penyimpanan benda-benda kuno. Bangunan Keraton Sumenep didirikan pada paruh kedua abad ke-18 atas prakarsa Raja Sumenep, yaitu Penembahan Sumolo atau Tumenggung Arya Nata Kusuma.
Keraton ini diarsiteki oleh seorang China bernama Liaw Piau Ngo. Melalui tangan Liaw Piau Ngo inilah lahir sebuah bangunan keraton yang unik, yang memadukan gaya arsitektur Eropa, China, dan Jawa. Mengunjungi keraton ini, wisatawan dapat melihat lang sung hasil akulturasi budaya Jawa, Islam, Eropa, dan China yang membentuk bangunan Keraton Sumenep. Pada bangunan Keraton Sumenep, pengunjung dapat melihat nuansa keraton Jawa dengan pilar-pilar dan lekuk ornamennya yang bergaya Eropa serta rangkaian atap yang menyerupai kelenteng China. Secara umum komposisi bangunan pada Keraton Sumenep tidak berbeda dengan keraton-kera- ton di Jawa, misalnya sarna-sarna memiliki pendopo yang cukup luas untuk menerima tamu, ruang peristirahatan raja, serta lokasi pemandian untuk permaisuri dan putri-putri raja.
Pendopo Agung sampai saat ini masih dipakai sebagai tempat diadakannya acara-acara kabupaten seperti penyambutan tamu negara atau provinsi, serah terima jabatan pemerintahan dan acara kenegaraan lainnya. Sedangkan kantor Koneng yang berarti kantor raja dahulu adalah ruang kerja Sultan Abdurrachman Pakunataningrat I selama masa pemerintahannya tahun 1811 sampai 1844 Masehi. Selain ketiga ruangan tersebut, di kompleks keraton terdapat Taman Sare, yaitu tempat pemandian putri raja yang masih terlihat asri dan indah sampai sekarang. Bagian lain dari keraton Sumenep adalah pintu gerbang Labang Mesem, yang artinya pintu/gerbang tersenyum yang melambangkan keramah tamahan masyarakat Sumenep terhadap setiap orang yang datang ke keraton.
Museum terbagi menjadi tiga bag ian yang terletak di depan/luar keraton dan di dalam keraton. Bagian pertama, di luar keraton, adalah tempat menyimpan kereta kuda/kencana kerajaan Sumenep dan kereta kuda pemberian ratu Inggris, yang sampai sekarang masih dapat digunakan dan dikeluarkan pada saat upacara peringatan hari jadi kota Sumenep. Bagian kedua dan ketiga terdapat di dalam keraton Sumenep, yang di dalamnya menyimpan alat-alat untuk upacara mitoni atau upacara tujuh bulan kehamilan keluarga raja, senjata-senjata kuno berupa keris, clurit, pistol pedang bahkan semacam samurai dan baju besi untuk perang, AI-Qur’an yang ditulis oleh Sultan Abdurrachman.
Di sam ping keraton ada sebuah kolam yang bernama Taman Sare. Konon menurut pendapat masyarakat setempat, apabila kita membasuh muka dengan air kolam ini niscaya akan awet muda. Kolam ini berisi air tawar beserta aneka ikan-ikan yang seolah bahagia berada di dalam satu bag ian dalam Keraton. Di antara keraton dan kolam Taman Sare juga tumbuh sebatang pohon beringin besar dan sangat tua. Beringin ini merupakan salah satu saksi sejarah perkembangan Kerajaan Sumenep dari tahun ke tahun, karena melihat umurnya yang diperkirakan ratusan tahun. (ins, edt)
Derap Desa, Edisi 49, Nopember 2011, hlm. 46