Monday, October 14, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Pesanggrahan Eyang Djugo

Berbagai Berkah di Pesanggrahan Djugo Pesanggrahan Eyang Djugo, terletak di Desa Jugo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Tempat ini…

By Pusaka Jawatimuran , in Blitar Wisata Wisata Relegi , at 16/03/2012 Tag: , , , , , ,

Berbagai Berkah di Pesanggrahan Djugo

Pesanggrahan Eyang Djugo, terletak di Desa Jugo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Tempat ini adalah padepokan Eyang Djugo sebelum pindah ke Gunung Kawi. Meski lebih dikeramatkan oleh masyarakat Jawa, di tempat ini nuansa Tionghoa juga sangat kental.

Selain bangunan tempat  jiamzi  yang sering disebut Klenteng Kwan Im, ada dua lagi bangunan yang sama. Sebuah klenteng pemujaan untuk Dewa Kwan Kong dan pemujaan kepada Ti Kong. Dua bangunan yang disebut terakhir, terletak di sebelah kanan bangunan utama di mana petilasan Eyang Djugo berada. Sedangkan Klenteng Kwan Im letaknya jauh ke dalam sekitar 50 meter dari bangunan utama. Di dekat Klenteng Kwan Kong, terdapat bangunan berwarna merah yang biasa digunakan untuk membakar kertas sembahyang.

Kentalnya nuansa Tionghoa tidak hanya terlihat lewat ketiga bangunan tersebut. Hampir di semua tempat yang dikeramatkan di komplek itu, terdapat hiolo dan biji puakpwe. Seperti di ranjang petilasan, tempat istirahat, serta bangunan tempat watu lumpang peninggalan Eyang Djugo. Saat LIBERTY berkunjung ke lokasi yang bejarak sekitar 25 kilometer dari Kota Blitar itu, bekas-bekas bakaran hioswa juga masih nampak. Saat-saat tertentu, nuansa seperti itu akan lebih terasa dengan kedatangan para peziarah Tionghoa. “Setiap malam Senin Pahing dan malam Jum’at Legi, atau Bulan Selo saat peringatan wafatnya Eyang Djugo,” jelas Arif Yulianto Wicaksono, sang juru kunci. Saat Bulan Selo tersebut, beberapa kesenian Tionghoa seperti barongsai pun turut menyemarakkan. Pada hari raya Idul Fitri, kata Arif, warga Tionghoa yang datang bahkan lebih banyak dibanding biasanya.

Tujuan mereka pun sama dengan warga yang lain, mendapat berbagai berkah dari yang dimuliakan di petilasan ini. Seperti penglarisan, pengobatan, enteng jodoh, hingga gampang rejeki. Bila orang-orang Jawa melakukan ritual-ritual dalam budaya Tionghoa seperti dua orang ibu di atas, sebaliknya dengan warga Tionghoa. Mereka juga melakukan ritual yang biasa dilakukan orang Jawa, seperti membakar kemenyan dan sejenisnya. Menurut Arif, keyakinan bahwa Eyang Djugo adalah pendatang dari Tiongkok merupakan penyebab banyaknya orang Tionghoa datang ke tempat itu. Diceritakan, semasa hidupnya Eyang Djugo pernah pergi dan tinggal beberapa lama di Negeri Tiongkok. “Karena itu ada yang menganggap bahwa Eyang Djugo adalah pendatang dari Tiongkok, bahkan sebagian mengaku sebagai keturunannnya,” ungkap Arif. HK.

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:   Liberty. Edisi2438, 1-10 Pebruari 2011. hlm.20

Comments


  • Maaf ada sebagian informasi yang salah pada tulisan diatas, saya asli desa Djugo, sampai kini tetap berdomisili di desa Djugo, Bahkan kakek canggahku (Mbah Colowo) asli salah satu muridnya Eyang Jugo. Pedhepokan Eyang Djugo tidak pernah pindah ke Gunung Kawi, di Desa Djugo itu “Pesanggrahannya” Eyang Djugo semasa hidupnya, salah satu kegiataa beliaunya adalah mengajarkan agama Islam. Sedangkan Pedhepokan di Gunung Kawi itu adalah “makam” Eyang Djugo. Beliau berwasiat kalau wafat ingin dimakamkan di Gunung Kawi. Trimakasih atas perhatiannya, semoga keteladanan beliau bisa mengaliri kita semua amin.

Leave a Reply