Cekong Emas, Makam Kyai Mas
Usaha Lewat Cekong Emas Perpaduan budaya Jawa dan Tionghoa terjadi dalam makam Islam yang terletak di Prajekan, Bondowoso, JawaTimur ini….
Usaha Lewat Cekong Emas
Perpaduan budaya Jawa dan Tionghoa terjadi dalam makam Islam yang terletak di Prajekan, Bondowoso, JawaTimur ini. Makam tersebut adalah Makam Kyai Mas, yang oleh banyak orang dikenal sebagai Cekong Mas. Menurut salah seorang pengurus Yayasan Kyai Mas, kata ‘cekong’ berasal dari kata Engkong atau kakek dalam bahasa Tionghoa.
Orang Tionghoa yang banyak datang ke makam tersebut, menjadi muasal terjadinya istilah itu. Oleh masyarakat lokal, yang biasanya memang sering mengalami kesulitan menyebut kata-kata yang berasal dari luar komunitasnya, kata ‘Engkong’ bergeser menjadi ‘Cekong’.
Di luar asal-usul istilah tersebut, yang pasti makam ini sangat dikenal keampuhannya, baik oleh masyarakat lokal maupun orang-orang keturunan Tionghoa, khususnya di Jawa Timur. “Makam itu ampuh. Banyak yang terkabul hajatnya setelah dari sana,” kata Suhu Yusuf Bingo Tanuwijaya, paranormal dan pakar feng shui dari Surabaya, suatu ketika.
Karena keampuhannya itu, setiap bulan Sura, kerabat Kraton Jogja bahkan selalu menyempatkan nyekar ke makam ini. Setiap masuk masa giling, para pimpinan Pabrik Gula (PG) Prajekan juga selalu berziarah dan memohon berkah di sini. “Agar produksinya lancar,” kata Wandi, warga sekitar makam. Konon, hubungan ini sudah terjalin sejak Kyai Mas masih hidup. Tokoh tersebut sering dimintai pendapatnya untuk kemajuan pabrik gula.
Lalu siapa sebenarnya Kyai Mas atau Cekong Mas, yang makamnya demikian dikeramatkan itu? Beberapa sumber tertulis menyebutkan bahwa Kyai Mas adalah salah satu keturunan marga Han. Sebuah marga Tionghoa yang pada masa colonial Belanda sangat dikenal dengan kesuksesannya di dunia ekonomi dan politik. Dalam artikel “Toedjoeh Toeroenan Han jang Penghidupannja Tersoelam Dalam Kebangsaan Indonesia” yang dimuat Majalah Bok Tok, disebutkan bahwa Makam Cekong Mas di Prajekan adalah makamnya Kyai Mas Asemgiri Kyai Mas Asemgiri adalah putra dari Wirjoadikoesoemo. Sedangkan Wirjoadikoesoemo adalah putra Han Swie Kong, anak ke-14 dari Han Bwee Kong. Han Bwee Kong atau Han Bwee Sing adalah anak ke-5 dari Han Siong, keluarga Han pertama yang mengembara di Pulau Jawa.
Wirjoeadikoesoemo yang telah masuk Islam, bahkan sempat mendapat gelar Kyai. Dalam “The Han Family of East Java Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries)”, karya Claudine Salmon, juga disebutkan bahwa salah satu putra Han Bwee Kong, Han Swie Kong, telah masuk Islam dan menikahi gadis Jawa. Han Swie Kong tinggal di Prajekan, dekat Situbondo. HK.
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Liberty. Edisi2438, 1-10 Pebruari 2011. hlm.20
Comments
Cekong dalam istilah Tiong Hoa (suku Hokkian) di Indonesia dapat diartikan sebagai adik dari kakek. Dalam istilah Jawa Timur dapat berarti “Mbah Lik”.
Encek=Adik dan Akong/Engkong=Kakek….. jadi dilafal Cek Kong.
Leluhur saya .. sy ingat waktu masih kecil sering diajak emak (oma) kesini. Sekarang sudah puluhan tahun sy tdk pernah prajekan lagi. Sy rindu, semoga suatu saat sy bisa kesana lagi.
Kalau dari sejarah keluarga, kyai mas atmari ini putra dari kyai Sumber Penang, Kyai Sumber Penang putra dari kyai Mas
Nawangsari/kyai mas tawangsari. Beliau tdk menikah, punya saudara kalau gak salah 7 antara lain ky mas suhud. Ceritanya Kyai Mas merantau ke cina, setelah dirasa cukup, beliau pulang ke jawa dan mampir singapure ( masih berupa hutan) dan ketemu dg Sayyid Nuh, maka diajarilah kyai Mas Atmari ini ilmu Haq Ma’rifatullah. Karena tdk menilah, ilmu tsb diturunkan ke saudaranya yg dari randu pangger probolinggo yg bernama Kyai Mas Mursalim atau Kyai Mas Ma’mum. Dijuluki kyai makmum krn sbg penerus Kyai Mas Atmari.
Smoga ada yg nambahi bagi yg lebih tahu.