Asal mula pembuatan garam di Madura
Pada abad ke-15, tentara Bali datang ke Madura, maksud kedatangannya untuk membalas dendam kepada keturunan Jokotole. Tentara Bali tersebut berlabuh…
Pada abad ke-15, tentara Bali datang ke Madura, maksud kedatangannya untuk membalas dendam kepada keturunan Jokotole. Tentara Bali tersebut berlabuh di pantai Sumenep. Jokotole ialah seorang pahlawan Madura yang gagah berani, yang telah berhasil menaklukkan raja Blambangan pada waktu ia berperang melawan Majapahit. Namun tentara Bali yang menganggap raja Blambangan itu nenek moyangnya, dapat dikalahkan oleh orang-orang Madura. Bala tentara Bali yang masih hidup melarikan diri ke desa Pinggir Papas (Gir Papas, menurut orang Madura). Desa ini terletak diantara kota Sumenep dan Kalianget. Kira-kira enam kilometer dari kota Sumenep. Di desa Pinggir Papas inilah bala tentara Bali itu menyerah kepada raja Sumenep, yakni Pangeran Wetan. Oleh Raja Sumenep mereka diampuni dan mendapat tanah untuk membangun desa. Diantara tentara Bali tersebut ada seorang panglima perang, bernama Anggosuto. Panglima perang inilah yang pertama kali mempunyai pikiran untuk membuat garam dari air laut yang dijemur.
Sesudah dengan cara tersebut terbukti dapat menghasilkan garam untuk keperluan sehari-hari, pembuatan garam berkembang pesat di desa Pinggir Papas. Bahkan lama-kelamaan menjadi sumber penghasilan bagi penduduk desa Pinggir Papas. Sampai saat ini pembuatan garam terus berlangsung di Madura dan telah menjadi pekerjaan tetap bagi masyarakat ringgir Papas. Untuk memperingati dan mengenang kembali riwayat hidup nenek moyangnya, mereka berziarah ke makam Panglima Anggosuto yang telah dikeramatkan. Dan setiap tahun, yaitu pada bulan Juli dan Agustus, mereka mengadakan upacara peringatan. Upacara peringatan itu disebut NYADAR (upacara tradisional Hindu-Budha yang ada di Madura).
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Adat tradisi Jawa Timur. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1978.
Comments
Tambahan :
Analisis Kebijakan untuk Peningkatan Swasembada Garam Nasional 2011 – 2012
http://pobersonaibaho.wordpress.com/2012/03/22/analisis-kebijakan-untuk-peningkatan-swasembada-garam-nasional/
kayaknya da yg salah tuChh,,, masak NYADAR dibilang upacara Hindu – Budha,, disitu yg dibaca ayat2 suci Al-Qur’an dan Tahlil…, saya sebagai warga pinggirpapas merasa keberatan. dan nama yang betul adalah Syeh Anggasuto.
Terima kasih atas komennya, Sumber info kami berasal dari hasil penelitian Departeman Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978.
memang atribut atau pun asesoris yg digunakan pada saat proses upacara nyadar dilakukan sama seperti apa yg digunakan oleh umat hindu-budha umumnya lakukan. tapi, isi atau pun proses yg dilakukan tentu berbeda dg apa yg dilakukan oleh umat hindu-budha, karena upacara nyadar ini dikerjakan secara islami..