Monday, October 14, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Anyaman Gintangan, Bertahan dalam Kelesuan

Sempat booming pada tahun 2004, tapi sejak medio 2010 hingga kini dilanda kelesuan. Sila saat itu pemesanan mampu menembus Rp…

By Pusaka Jawatimuran , in Sentra , at 10/02/2012 Tag: , , , , ,

Sempat booming pada tahun 2004, tapi sejak medio 2010 hingga kini dilanda kelesuan. Sila saat itu pemesanan mampu menembus Rp 22 juta per bulan, kini hanya di kisaran Rp 2 juta. Akibatnya, beberapa showroom tutup, sedangkan para perajinnya menekuni usaha lain atau menjadi tenaga kerja di kota-kota besar maupun TKI di luar negeri.

Itulah gambaran singkat kerajinan bambu di Desa Gintangan, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi. Kini hanya ‘bengkel’ kerajinan Karya Nyata yang masih bertahan dan berkarya dari belasan home industry yang dulu sempat berjaya. Amannto (45 tahun), sang pemilik, mengaku tetap optimistis di tengah kelesuan itu. “Saya tetap menjalin komunikasi dengan toko-toko handycraft, baik di Bali, Surabaya maupun Jogjakarta:” ujar Amanto. Selain itu, Amanto juga terus berhubungan dengan beberapa instansi pemerintah maupun swasta, baik di Banyuwangi maupun Surabaya. Dengan begitu maka produksi dapat terus berlangsung. Biasanya sebagai cinderamata pada acara-acara tertentu, seperti seminar, kunjungan, dan pameran.

Hingga kini ‘rumah kerajinan’ Amanto memproduksi 50 jenis kerajinan anyaman bambu, mulai dari gantungan kunci, tempat tisu, tempat koran, tempat arsip, tatakan peningset, hiasan lampu, tenong, keranjang buah, dan sebagainya. Selain memenuhi permintaan atau pesanan, Amanto juga memajang hasil kerajinannya di showroom depan rumahnya. Tiap hari rata-rata 5-10 datang dan pergi, baik untuk sekedar melihat-lihat maupun membeli kerajinan bikinannya.

Selain diproduksi sendiri, ada juga yang dibuat oleh para perajin  handicraft dari Desa Gintangan. Jika pemesanan banyak, akan melibatkan para perajin lainnya. Jika tidak, maka Amanto bisa membuat sendiri. Bahkan untuk model-model terbaru Amanto membuatnya sendiri, lalu mengajarkan pada perajin lainnya. Para perajin menerima honor sesuai dengan tingkat kesulitannya. Demikian juga harga handycarft di tempat Amanto bervariasi, mulai dari Rp25 ribu hingga Rp250 ribu. Penentuan harga ditentukan banyak faktor, diantaranya segi kerumitan, keindahan, besar kecilnya barang, dim perolehan bahan baku.

Produk kerajinan Amanto tidak dipatok harga tinggi agar para pembeli terus dating ke showroom. Rumah kerajinan Karya Nyata milik Amanto untuk meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh ayahnya, Pak Rawuh, dengan Karya Cipta. Hal itu terjadi pada tahun 2000, setelah ayahnya meninggal dunia pada tahun 1999. Sebelumnya Amanto sendiri pernah memiliki usaha sendiri sebagai eksportir kerajinan dolanan pada tahun 1990.

Pak Rawuh adalah pioner kerajinan bambu di wilayah Rogojampi khususnya, dan Banyuwangi umumnya. Padahal sebenarnya Pak Rawuh adalah petani biasa, namun saat senggang ia memanfaatkan waktu untuk membuat kerajinan anyaman bambu. Kegiatan itu berlangsung pada tahun 1970-an, dan baru mendapatkan pembinaan dari Dinas Peradagangan Pemkab Banyuwangi pada tahun 1980. “Pada tahun 1987, Bapak (Pak Rawuh, red.) memenangkan lomba handycraft di Jakarta, dengan gantungan kunci berupa buah. Saat itu gantungan kunci dari anyaman bambu merupakan hal baru. Apalagi bentuknya juga lucu dan pembuatannya sangat rumit.

Sejak mendapatkan juara dan pembinaan dari instansi terkait, usaha Pak Rawuh di bidang kerajinan berkembang pesat hingga ia meninggal dunia pada tahun 1999. Akhirnya trade mark Pak Rawuh Karya Cipta, diteruskan anaknya Amanto dengan merek Karya Nyata. Amanto tetap yakin, meski saat ini dilanda kelesuan dan sepi pemesan, namun ia bersama para perajin di Desa Gintangan tetap nyata berkarya. Baginya Karya Nyata harus tetap nyata dengan karya-karyanya yang inovatif.

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Galeria, media Dekranasda Jawa Timur, Edisi 03, Nopember-Desember 2011,