Reca THOTHOKKEROT
-1981- DI WILAYAH KABUPATEN KEDIRI, di desa Bulupasar, kecamatan Pagu, kewedanaan Papar, berbatasan dengan kecamatan Gurah, terdapat sebuah patung besar,…
-1981-
DI WILAYAH KABUPATEN KEDIRI, di desa Bulupasar, kecamatan Pagu, kewedanaan Papar, berbatasan dengan kecamatan Gurah, terdapat sebuah patung besar, menggambarkan seorang raksasa, yang oleh penduduk setempat dinamakan “reco Thothokkerot”.
Patung itu duduk berjigang (duduk sambil menaikkan satu kaki) dalam sebuah lubang berbentuk sumur kira-kira sedalam tiga meter dengan garis tengah empat meter dan berada di tengah-tengah bulak sawah. Di tepinya, di sisi sebelah kiri patung tersebut, berdiri sebuah pohon keluwih besar yang melindungi tempat itu dari pancaran terik matahari. Tetapi tumbuh pohon itu miring ke arah patung, sehingga dikawatirkan kalau-kalau pada suatu saat dengan sentuhan angin kencang pohon itu akan tumbang dan menghancurkan peninggalan purbakala tersebut.
Tinggi patung tidak kurang dari tiga meter, belum terhitung bagian bawah yang masih tertanam dalam tanah. Potongan perawakannya gemuk besar, namun serasi, tidak kaku. Kedua matanya melotot keluar dan bibirnya yang tebal lebih menyeringai daripada tersenyum. Meskipun demikian, secara keseluruhan, ujud patung tersebut memberikan kesan keindahan yang mempesona, Sayang sekali banyak terdapat kerusakan, yang agaknya bukan karena jamahan alam, melainkan oleh perbuatan tangan-tangan jahil.
Kalau kita abaikan dada dan kumis yang dipahatkan tipis-tipis menghiasi sekitar bibirnya yang menyeringai itu, kita akan cenderung beranggapan bahwa patung itu patung rasaksi (= raksasa perempuan). Roman muka, bahu, dada atas, dan punggungnya kuat sekali mengesankan kelebihan sifat-sifat keperempuanan daripada kelaki-lakian. Karena itu, sejak dulu, penduduk setempat menganggapnya patung perempuan, dan anggapan demikian tidak berubah sampai sekarang. Anggapan itu bahkan sudah demikian kuatnya, sehingga banyak penduduk desa Bulupasar sering kali di-“primpeni” (= mimpi melihat) seorang putri cantik dengan tingkah laku yang agung lewat berjalan-jalan dan kemudian menghilang di tempat patung Thothokkerot.
Tetapi dengan sekilas pandang, seorang ahli purbakala akan mengatakan, bahwa patung Thothokkerot adalah patung dwarapala. Patung itu menghadap ke barat, membelakangi sebuah daerah tanah tinggi, sebab itu bagian desa tersebut dinamakan Puthuk.
Puthuk atau punthuk berarti gumuk, bukit. Apakah di atas puthuk ini dulu pernah berdiri sebuah candi, belum pernah dilakukan penelitian. Tetapi hal demikian bukan tidak mungkin, sebab, kalau kita perhatikan, di daerah sekitar itu, meskipun terpencar tetapi relatif tidak berjauhan, banyak terdapat peninggalan-peninggalan purbakala, seperti yang oleh penduduk setempat disebut: reca Gajah, reca naga Balekambang, reca Kependhem, reca Pagadhungan, disamping itu pun sebuah sumur yang dinamakan “sumur gemuling”. (Lihat peta situasi kompleks petilasan kerajaan Prabu Sri Jayabaya)
Dalam pada itu di Gurah, yang letaknya kira-kira 2-3 kilometer sebelah tenggara desa bagian Puthuk tersebut, pernah ditemukan bekas-bekas candi dan patung Brahma.
Lepas dari persoalan laki-laki atau perempuankah patung Thothokkerot, tetapi nama Thothokkerot itu sendiri penuh diliputi oleh misteri yang cukup menarik untuk diselidiki latar belakangnya lebih dalam.
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Soenarto Timoer,Thothokkerot, Balai Pustaka, Jakarta: A 1981, Hlm. 15-16