Tuesday, October 15, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Umar Kayam: Budayawan

-1999- Umar Kayam yang dikalangan teman dekatnya biasa dipanggil UK, ia lahir di Ngawi Jawa Timur, tepatnya 30 April 1932….

By Pusaka Jawatimuran , in Ngawi Sosok , at 02/12/2011 Tag: , , , ,

-1999-
Umar Kayam yang dikalangan teman dekatnya biasa dipanggil UK, ia lahir di Ngawi Jawa Timur, tepatnya 30 April 1932. Ia telah menghabiskan masa mudanya dengan banyak  berkecimpung dalam dunia kesenian.

Pendidikan SLP dan SLA ditempuhnya di Solo, Yogyakarta dan Semarang. Ketika di sekolah menengah Umar Kayam telah banyak menulis cerita pendek yang dimuat dibeberapa majalah. Begitu juga kesusasteraan dan bentuk seni lain semakin erat digelutinya.

Tahun 1951 ketika ia menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra jurusan Paedagogik dan Filsafat di Universitas Gajah Mada, Umar Kayam ikut aktif mengisi sandiwara radio di RRI Yogyakarta. Ia menyutradarai banyak pementasan teater, yang boleh dikatakan punya andil pada perjalanan karier dramawan kampium WS Rendra.

Pada tahun 1961 Umar Kayam mendapat tugas belajar di New Yorkdi University of New York dan berhasil memperoleh gelar master dalam bidang Pendidikan dan penerbitan (1961). Dan pada tahun 1965 dari Cornell University Umar Kayam memperoleh gelar PhD dalam bidang Pendidikan Masyarakat dan Sosiologi dengan tesisnya yang berjudul “Aspects of Interdepartemental Coordination Problems in Indonesia Community Development” Sebagai Guru Besar diraihnya dari Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada pada 19 Mei 1989, dengan pidato pengukuhan ini diwarnai keluasan disiplin ilmunya, yang dibayangi ilmu sejarah sosiologi, sastra/kesenian. Sebagai seorang budayawan, Umar Kayam telah melahirkan cerpen yang dianggapnya sebagai karya seriusnya yang pertama. Cerpen itu berjudul “There Goes Tatum”. Sedangkan cerpen-cerpennya pada masa dibangku SLA dan menjadi mahasiswa dianggapnya sebagai periode latihan. Sedangkan periode New York dapat dikatakan sebagai periode produktif Umar Kayam. Sebanyak enam buah Cerpen Sastranya lahir disela-sela kesibukannya belajar, menyusun tesis dan hidup berumah tangga di negeri orang. Diantaranya: Seribu Kunang-Kunang di Manhattan yang kemudian mendapat hadiah penghargaan sebagai cerita paling baik yang dimuat di majalah Horizon tahun 1968; Sybil; Theif Siting Bull; Secangkir Kopi dan Sepotong Donat.

Dan dari referensi pengetahuannya yang begitu luas di bidang ilmu-ilmu sosial dan budaya, Umar Kayam telah mengambil inisiatif dalam penulisan buku : “The Soul of Indonesia; A Cultural Journey (1985) dan edisi bahasa Indonesianya berjudul, “Semangat Indonesia Suatu Perjalanan Budaya”, (1985). Untuk mempersiapkan buku ini Umar Kayam menjelajahi sejumlah etnik di Indonesia, antara lain Aceh, Nias, Minangkabau, Dayak, Bugis, Betawi, Jawa, Bali, bahkan suku Asmat di Irian Jaya.

Dari perjalanannya menjelajahi suku-suku yang ada di Indonesia itulah ia dapat memetik pengetahuan dah pengertian yang lebih lengkap mengenai bangsa dan negaraIndonesia, yang sedang mengalami proses modernisasi.

Sebagai modernis yang menyelami kehidupan masyarakat dan budaya bangsanya, bahkan langsung menjadi pelaku yang mendukung modernisme, Umar Kayam tidak pernah berhenti berpikir dan merenung. Renungan-renungannya dan buah pikirannya banyak menjadi referensi dan ilham generasi muda Indonesia, di dalam memandang dari membuat refleksi mengenai kehidupan bangsanya.

Kini sebagai seorang budayawan ia sering diundang untuk berceramah. Dalam salah satu ceramahnya mengatakan bahwa kebudayaan Indonesia masih sering dipahami melalui bingkai-bingkai regional. Terdapatnya konsepsi dikotomi kebudayaan nasional dan kebudayaam daerah. Prof. Dr. Umar Kayam menunjukkan masih sering dipahaminya kebudayaan dalam pengertian bingkai itu. “Seolah-olah kebudayaan itu punya pigura'” katanya. Umpamanya kebudayaan daerah selalu dilihat sebagai dikotomi yang hirarkis dan saling berhadapan satu sama lain. Kayam memberikan contoh konsep adiluhung dalam kebudayaan-Kebudayaan ini lahir dari sistem feodal yang menyanggganya dari ekspresi kesenian dan tata krama politik yang feodal.

Menyoroti tentang sistem pendidikan, Umar Kayam berpendapat bahwa sistem pendidikan kita paling dasar yang belum dilaksanakan di Indonesia adalah yang menyiapkan anak didik sebagai manusia demokratis. Sistem pendidikan yang kita punyai sekarang masih menekankan pada pengajaran. Dan sayangnya pengajaran itupun disandarkan pada dasar-dasar yang kadaluarsa, ketinggalan Zaman.

Menurut Umar Kayam, pendidikan itu adalah sesuatu yang integrated, terpadu dan total. Satu tingkatan kepengajaran lain, mesti harus ada sambungannya. Mulai dari SD, SMp, SMA, itu harus merupakan sesuatu kesatuan yang mendidik anak dalam tingkat-tingkat pengetahuan. Atau tingkat kondisi, baik jasmani maupun mental si anak sampai dewasa, janga hanya fisiknya saja.

Karena bidang perhatiannya yang luas diberbagai kegiatan ilmiah dan kebudayaan, seringkali menyita waktunya, sehingga hasrat “lamanya” untuk menulis karya sastra sering tertunda-tunda. Padahal umar Kayam dikenal penulis cerpen yang mempunya igaya bahasa yang indah, bahasanya sangat efektif dan mampu menyiratkan kebudayaan khusus nilai budaya Jawa. Bahkan sejumlah peneliti asing sering menggunakan cerpen-cerpennya sebagai referensi awal dalam mengenali sosiologinya orang Jawa.

Pada ulang tahunnya yang ke-60 terbit karya sastranya yang berbentuk novel yang berjudul “Para Priyayi”. Novelnya ini yang pertama sesudah puluhan tahun dikenal sebagai penulis fiksi. Novel itu dikerjakan dalam masa tetirah di New Heaven, AS selama satu tahun. Novel yang menceritakan tentang perjalanan hidup priyayi Jawa turun-temurun, sejak zaman Belanda sampai pada pasca G30S/PKI. Sebagai penulis sastra, Umar Kayam telah menulis 11 cerpen dan sebuah novel. Ia mengatakan “Saya memang tidak banyak menghasilkan fiksi tapi kalau boleh sombong fiksi saya dianggap punya makna dalam dunia sastra”. Cerpennya diterjemahkan dalam berbagai bahasa antara lain Inggris, Belanda, Perancis, Rusia, Jepang dan Jerman, Italia, Cina dan Junani. Prof. Dr. Umar kayam yang kini telah menjadi haji menikah dengan Roosliana Hanoum pada 1 Maret 1959 dan dikaruniai dua orang putri, yang sulung Sita Aripurnami dan sibungsu Wulan Anggraeni dan telah memberinya cucu. Julinar Said

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Ensiklopedi Tokoh Kebudayaan IV, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Jakarta 1999, hlm. 174-177.

Comments


Leave a Reply