Labas Samya, Tari Baru Suroboyoan
-April–Mei 2004- Sore itu beberapa cewek ABG (anak baru gede) dengan senyum mengembang terlihat bergerak gemulai di halaman pendopo Balai…
-April–Mei 2004-
Sore itu beberapa cewek ABG (anak baru gede) dengan senyum mengembang terlihat bergerak gemulai di halaman pendopo Balai Budaya Jawa Timur. Kaki dan tangan mereka banyak mendominasi gerakan. Satu hal yang bisa dikatakan menarik adalah, property tangan sejenis gongseng (untaian klintingan, bergemerincing di kaki, seperti pida tari Ngremo-Red.) melengkapi gerak tari para ABG itu. Tarian mereka lazim disebut Labas Samya.
Dari mana asal tarian itu? Ketua Yayasan Bina Tari Surabaya, Tri Broto Wibisono, S.Pd. mengatakan, tari tersebut adalah tari rakyat suroboyoan. Namun, tari rakyat yang satu ini, versi Tri Broto! bukan dari jenis tradisional. “Tari Labas Samya ini adalah jenis tari kreatif. Hasil karya seniman-seniman tari Surabaya,” tandasnya.
Laki-laki paruh baya ini mengatakan, Labas Samya diambil dari bahasa Jawa. Labas adalah salah satu istilah di tari Ngremo, yaitu berjalan. Gerakan labas itu sendiri sebenarnya ada di hampir semua jenis tarian Jawa Timur. Sedangkan istilah samya (Jawa: samio) berarti bersama-sama atau beramai-ramai.
Alasan Tri Broto mempopulerkan tari yang awalnya dinamakan Lelabasan ini, karena gerakannya yang sederhana. Selain itu, tari ini tidak perlu kostum yang rumit. “Kalau Ngremo gerak nya sulit. Jadi, sulit juga untuk dipopulerkan ke semua kalangan. Beda dengan Labas Samya, gerakannya mudah dipelajari. Yang jelas, ada bagian tari tradisional khas Surabaya (Ngremo) itu yang diadopsi ke Labas Samya,” paparnya.
Ihwal maksud istilah tarian tersebut, Tri Broto yang juga staf Dinas Pendidikan Surabaya, mengatakan maksud tarian tersebut adalah tari dengan gerakan berjalan yang ditarikan secara beramai-ramai. Dari unsur ramai-ramai itulah dia optimistis Labas Samya baka mudah dipopulerkan. “Kami akan mempopulerkan Labas Samya seperti tarian Sarjojo atau Yosakoi. Artinya, Surabaya juga bisa punya tarian kreasi yang bisa popular seperti itu ,” ujarnya dalam nada bersemangat.
Difestivalkan Mei
Kendati demikian besar obsesinya mempopulerkan tari Laba Samsya, namun dia menolak dianggap meniru tarian jepang, Yosakoi, yang sempat difestivalkan di Surabaya, pertengahan tahun lalu. Hak dia menampik anggapan tersebut. Namun, secara kasat mata, ada beberapa unsur gerak yang sepintas mirip dengan tari rakyat Jepang tersebut. Sebut saja antara lain gerakan kaki dan tangan. Selain itu juga ada kesamaan pada properti tangan yang dipakai penari Labas Samya dengan penari Yosakoi, yaitu naruko (sejenis alat pengusir burung di kalangan petani Jepang).
Menanggapi hal tersebut, dia berkomentar, memang ide awal Labas Samya muncul dari tari Yosakoi. Namun, ada unsur inti tari labas Samya yang hendak disampaikan, yaitu spirit atau semangat penarinya. Orang Surabaya, dia yakinkan, kesannya riang dan lincah. “Spirit itulah sebagai pesan utamanya,” tandasnya.
Gaya khas tarian tradisional Surabaya, seperti Ngremo, adalah rancak, yang ditandai gerak kaki dipadu gongseng. Sehingga, tiap langkah kaki penarinya menimbulkan suara gemerincing. Hal itu pulalah yang diadopsi ke Labas Samya. Hanya saja, beda pada tari kreasi baru Surabaya ini letak gemerincing gongseng bukan pada kaki melainkan pada tangan.
Salah seorang penata tari kreasi baru itu, Dini, mengatakan, tarian tersebut cukup gampang dihapal. Itulah sebabnya dia dan beberapa penari lain memasarkan tari baru tersebut ke sekolah- sekolah. Rencananya malah akan difestivalkan untuk siswa- siswa Sekolah menengah dan instansi pemerintahan se-Surabaya, awal Mei nanti. Salah satu bukti bahwa tarian tersebut mudah dihapal, kata Dini, adalah respon yang diberikan atas gagasan festival Labas Samya yang disponsori Dinas Pariwisata Kota Surabaya dan beberapa sanggar tari di Kota Pahlawan.
“Sampai saat ini, yang sudah mendaftar ke sekretariat panitia festival di Sanggar Bina Tari sudah mencapai 46 regu. Satu regu terdiri atas Sepuluh sampai duabelas penari ,” ungkapnya. Festival dimaksud diagendakan berlangsung di lapangan Tugu pahlawan, tepat saat Hardiknas, 2 Mei 2004. dias
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Jatim News, Tabloid Wisata Plus, EDISI 33, 23 April – 7 Mei 2004, Tahun II