Bejijong: Desa Wisata Cor Logam
-April–Mei 2004- Trowulan di Mojokerto punya nama beken karena merupakan pusat peninggalan kejayaan Kerajaan Majapahit. Malah ada anekdot, wisatawan lebih…
-April–Mei 2004-
Trowulan di Mojokerto punya nama beken karena merupakan pusat peninggalan kejayaan Kerajaan Majapahit. Malah ada anekdot, wisatawan lebih mengenal Trowulan daripada Jawa Timur. Nah, di sekitar Trowulan ternyata tidak hanya ada candi-candi, namun juga ada pusat perajin logam, tepatnya di Desa Bejijong. Produk kerajinan cor logam amat beragam jenis dan modelnya. Tak hanya patung, namun juga aneka asesoris dan perlengkapan rumah tangga.
Tidak sulit untuk “menemukan” desa ini. Di rumah-rumah pengrajin tertampang etalase nama nomenklatur usahanya. Salah satunya, Deni Karma, pemilik usaha kerajinan cor logam Citra Mulia. Deni menekuni usahanya sejak tahun 1993. Di samping belajar sendiri mengenai teknik dan kreasi, dia dikatrol oleh mertuanya untuk mengembangkan bisnisnya. Berbagai motif, jenis, ukuran produksi dia tampilkan demi memuaskan selera konsumen.
Agak beda dengan perajin lain. Dalam ihwal proses produksi, dia gunakan model cor kering dan basah. Cor kering menggunakan moulding (bahan cetak) lilin. Model yang terbuat dari lilin dibungkus tanah atau semen. Agar lilin di dalam tanah hilang/meleleh, harus dibakar dengan suhu di atas 100 derajat Celcius. Pada akhirnya rongga yang ditinggalkan lilin diisi cor logam (perunggu atau kuningan) sesuai dengan yang dikehendaki.
Sedangkan cor basah menggunakan blok terbuat dari aluminium sebagai bahan cetakannya. Produk yang sudah jadi tidak langsung dipasarkan, harus melalui proses penghalusan dan coating (pelapisan). Hasil cor tidak selalu halus atau mulus. Agar tampak cantik harus dikikir dan memotong sisa-sisa cor yang tidak diperlukan. Pelapisan dilakukan apabila menginginkan pewamaan. Misal, putih, hijau atau kuning.
Bentuk produks beraneka ragam, riil maupun abstrak. “Pada saat ini konsumen banyak yang memilih jenis abstrak,” kata Deni. Model penari balet, penabuh gendang, dan pose-pose primitif suku Asmat, laku keras. Ukurannya relatif kecil, di bawah 30 cm. Warna yang disukai umumnya putih, berbahan kuningan. Produk model lain juga digemari konsumen. Misal, kodel arca Buddha, asbak, tokoh pewayangan, dan aneka asesoris rumah tangga.
Memenuhi tuntutan pasar, dia akui, kreasi harus lebih variatif agar konsumen tak jenuh. “Kadang-kadang pelanggan datang meminta bentuk sesuai dengan gambar yang dibawa, ” ungkapnya. Hal itu tidak sulit dipenuhi, asal harga bisa disepakati. Bahkan, untuk lebih memikat pembeli, barang diberi frame segi empat supaya lebih menarik. Frame warna-warni, tergantung selera pembeli.
Krisis Beruntun
Sewaktu Indonesia mengalami krisis ekonomi, banyak orang susah. Namun, perajin cor logam Bejijong tambah makmur. Harga produk meningkat cepat sampai dua kali lipat. Hal ini dikarenakan produksi Bejijong banyak dikonsumsi konsumen dari luar negeri. Harga mengikuti nilai tukar rupiah atas dolar AS. Perajin di desa itu sampai kewalahan, bahkan kehabisan stok.
Pasar terbesar sebenarnya dari luar negeri, antara lain Australia dan Selandia Baru. Pasar dalam negeri antara lain di Jakarta, Surabaya, dan Bali. Deni belum bisa melakukan transaksi secara langsung. Agen-agen dari Jakarta dan Bali datang kepadanya, memberikan order. Dia tinggal mengerjakan setelah harga disepakati.
Dalam sebulan Deni mampu membuat 10 ribu biji produk cecak kuningan asesoris opener tutup botol yang panjangnya sekitar 15 cm dan berat 1 ons/biji. Jika pesanan membludak, dia bisa kerja bareng dengan sesama perajin di sekitar desanya. Harganya viariatif sesuai dengan ukuran, berat, motif, dan tingkat kesulitan proses produksi. Model cecak dijual Rp 20 ribu/biji. Gayung kuningan yang cantik misalnya, Rp 150 ribu/biji. Soal harga malah ada yang sampai Rp 1 juta/biji.
Deni yang memperkerjakan 12 orang, tidak mengalami kesulitan bahan baku logam. Seorang pengepul barang bekas kuningan ada di desanya Maklum, umumnya pengrajin menggunakan barang bekas berbahan kuningan. Rongsokan kuningan harganya Rp 14 ribu/kg. Sisa protolan senapan angin atau mesin bubut misalnya, cuma Rp 10 ribu/kg.
Dia yang semula hanya bermodal awal dua kuintal kuningan, kini mampu meningkatkan omset penjualannya hingga Rp 80 juta/bulan dengan keuntungan bersih bekisar 20-25 %. Meski demikian dia mengaku masih menemui kesulitan modal jika pesanan dalam jumlah besar. Kredit bank dia katakan sulit didapat. Pengalamannya mengajukan kredit Rp 100 juta, cair “hanya” Rp 40 juta. Terpaksa sebagian pesanan tak dilayani karena kurang modal. GM
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Jatim News, Tabloid Wisata Plus, Edisi 33, 23 April – 7 Mei 2004, Tahun II
Comments
Quality articles is the secret to attract the people to pay a quick visit
the web page, that’s what this web site is providing.