Thursday, November 14, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Batik Gajah Uling: Siap Bersaing dengan Batik Lain

Telinga jawa ketika mendengar “Gajah Uling” langsung terkesan pada sosok dua binatang. seekor gajah sebagai lamhang kebesaran keperkasaan dan uling…

By Pusaka Jawatimuran , in Sentra Wisata , at 24/10/2011 Tag: , , , , ,

Telinga jawa ketika mendengar “Gajah Uling” langsung terkesan pada sosok dua binatang. seekor gajah sebagai lamhang kebesaran keperkasaan dan uling , sejenis ikan lele yang konon diidentikkan dengan lambang keuletan ekspresif masyarakat Using Banyuwangi.

Sebagaimana “diamini ” banyak pengamat termasuk peserta dan pakar dalam Konferensi Batik Intcrnasional di Yogyakarta 2-8 November  1997 lalu batik tulis merupakan khasanah karya para pengrajin tradisional Indonesia yang mengandung nilai filusofi hidup dan budaya masyarakat sekitar tempat produk batik itu tumbuh dan berkembang. Motif batik Gajah Ulig pun tak jauh dari kesepakat definisi tersebut.

Namun percik budaya yang mengkristal dalam hentuk karya batik tulis Banyuwangi berupa dua sosok hinatang ini tidak terwakili sccara vulgar dalam motif Gajah uling yang sudah di kenal akrab hampir seluruh lapisan masyarakat. Guratan canting lilin pemhatik cuma melukiskan sehagian anatomi dari kedua binatang tersebut plus kreasi grafis temporer.

“Pakem” motif ini terus dipertahankan sampai akhirnya menjadi ciri dan corak khas daerah lare Using Banyuwangi. yang mulai banyak pula dikenali oleh perajin-perajin batik luar daerah. Dari sisi popularitas batik tulis “Gajah Uling ” Banyuwangi sudah mulai menggeliat ingin menyetarakan diri dengan produk. batik sejenis dengan motif yang kilas pula. seperti batik pesisir Pekalongan, IPonorogo, Banyumasan atau bahkan dengan sentra batik di Yogyakarta maupunSurakarta.

“Batik itu sudah lama kita kenal , tapi pada.zaman dulu orang pakai jarit gajah uling dianggap terlalu mewah dan hanya  dipakai orang-urang tertentu yang berduit” cetus Ny. Siswani (63) asal Desa alasmalang Kec. Singojuruh. Nenek dari sepuluh cucu itu memastikan. setiap orang Banyuwangi sudah kenai akan ciri khas batik tulis gajah uling.

Misriah (69) yang penduduk Lugonto Kec. Rogojampi menyatakan hal senada dengan Siswani. “Keterlaluan kalau ada generaasi muda sekarang tidak mengenal hatik gajah uling. Apalagi motif itu sudah sangat merakyat.” timpalnya.

Mampu bertahan
Batik tulis gajah uling Banyuwangi di tengah kekhawatiran banyak pengamat terutama menyongsong era globalisasi dan pasar bebas tanpa proteksi ternyata sejak dulu hingga ekarang mampu bertahan dan berkembang. Pusat kegiatan perajin mengelompok di Lingkungan Sritanjung Kelurahan  Temenggungan KecamatanKotadengan jumlah 40-60 orang.

“Sentra perajin batik tulis masih ada terus berkembang secara turun temurun di Temenggungan ini , apalagi sekarang pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap para pengrajin dan usaha produk unggulan semacam itu,” tutur Ir.Trijoko, pelaksana tugas Cabang Dinas Perindustrian Kab. Banyuwangi.

Adatiga pengusaha batik tulis gajah uling, yang menurut Trijoko, mampu bertahan dan dikelola dalam manajamen kekeluargaan. Berkat binaan dan pantauan rutin akhirnya bias berkembang baik.

Mereka mampu membaca peluang pasar, dan menyanggupi ketika ada pesanan batik cap gajah uling. Kemampuan melihat peluang seperti itu membuat para pengrajin yang terhimpun dalam kegiatan usahanya, bisa terus bergulir dan bahkan berkembang, seperti yang dilakukan Supandi dan Ny. Anonemi.

Begitu pula Soedjojo Dulhadi dan istrinya, Ny.Sri Roestini ES yang mengembangkan usahanya bersama Kelompok Perajin Batik Gajah Uling “Sayu Wiwit”.

Usaha kelompok perajin ini bisa eksis dan hidup lantaran fleksibel dalam membaca peluang sehingga ba tik tulis dengan manajemen nggendong indit bisa berlanjut.

Pakem gajah uling terus ditoreh dengan canting Iilin secara improvisasi dan kreasi tinggi, yang melahirkan motif-motif klasik maupun kontemporer.

Dengan “pakem” yang khas milik [are Using itulah, lanjut Soedjojo Dulhadi, batik gajah uling dikenal dan menjadi kebanggaan Bupati Banyuwangi H.T.Purnomo Sidik tentu merasa ikut bangga pula serta nguri-uri terhadap Usaha kelompok perajin batik gajah uling sebagai produk unggulan. Motivasi secara tak langsung dari  Bupati Purnomo tersebut membuahkan hasil.

Kelomok Perajin Batik Gajah Uling “Sayu Wiwit” (nama pahlawan Blambangan) sekarang bisa memproduksi batik dari bahan sutcra dan sering mendapat order dariBali. Pesanan kian mengalir belakangan ini. Persatuan perawat pesan seragam resmi batik gajah uling sebanyak 7.000 potong seharga Rp 15.000 tiap potong.

Pada tahun ajaran ini pula siswa SDN se Kabupaten Banyuwangi diimbau untuk memiliki dan mengenakan batik khas milik sendiri dan kelompok perajin “Sayu Wiwit” menyanggupi c1engan harga Rp 5.500 setiap baju.

“Saya sementara ini memang ticlak nyentok karena keterbatasan modal,jadi ya hanya melayani pesanan,” ujar Soecljojo Dulhacli ketika berbincang  dengan Surabaya Post. 1a optimis dengan perkembangan batik gajah ulingnya.

“Hoki” mendapat garapan seragam batik siswa SD itu semula diberikan per wilayah kepada beberapa pengusaha luarkota. Namun karena tidak tepat waktu, akhirnya keberuntungan itu diberikan pacla kelompok perajin batik gajah uling “Sayu Wiwit” Kel. Temenggungan.

Sarasehan dan Paten
Seman gat para perajin mempertahankan motif gajah uling menjadi khas Lare Using cukup tinggi. Dengan mengembangkan kreasi lewat guratan canting diharapkan batik akan terus dimintai banyak orang.

“Kendati belum seberapa bila di banding Solo dan Yogyakarta, motif batik gajah uling kita gebyarnya suclah merakyat dan mulai dikenal di banyak luar daerah, karena itu terkadang saya khawatir justru akan memanfaatkan pemodal besar dari luar daerah,” tegas Soedjojo Dulhadi.

Atas kekhawatiran tersebut Pak Yoyok dalam waktu dekat ingin bekerjasama dengan Dewan Kesenian Blambangan (DKB) untuk menyelenggarakan sarasehan khusus mengenai batik gajah Uling Banyuwangi. Dari situ kemudian akan lahir satu ‘bahasa’ mengenai riwayat batik gajah uling yang berkembang di masyarakat Banyuwangi sejak zaman dulu hingga sekarang ini

“Setelah itu nanti bisa ditulis agar bisa jadi referensi khasanah batik tradisional di Indonesia dan kalau perlu nanti dimintakan semacam SK Bupati yang kemudian bisa diupayakan hak paten, sehingga dengan demikian khas batik gajah uling milik Banyuwnagi ini bisa dipertahankan,” kata Soedjojo penuh semangat.

Batik tulis gajah uling Banyuwangi inilah yang cukup dominan di Jatim , khususnya yang masih terus berkembang seCal’a baik untuk empat kabupaten se Wilayah VII Pembantu Gubernur di Jember.

Di tengah kembang kempis nya usaha kelompk perajin tradional batik , yang konon tergeser oleh modernisasi dan selera pasar yang mulai menglobal, ternyata mereka terus berlahan dan bisa berkembang.

Kendati gaungnya tak se perti gajah uling Banyuwangi, pengusaha batik di Kec. Maesan Bondowoso juga bi sa bertahan dan lan car menyesuaikan seperti gajah uling Banyuwangi, pengusaha batik di Kec. Maesan Bondowoso juga bisa bertahan dan lancar menyesuaikan selera pasar. Semen taradi Situbondo tidak ada home industri batik , karena batik Madura juga banyak beredar di pasaran.

Masih beruntung kelompok perajin batik tulis di Desa Sumberpakem Kec. Sumberjambe, yang terus dibina secara intensif oleh Drs. Moch. Thohir, Kepala Cab, Dinas Perindustrian Kab. lember. Sekitar 40 orang (20 KK) perajin batik tulis yang berkembang sejak 1960-an itu nyaris punah kalau tidak diopeni dan dibina. Sementara perajin serupa di Desa Padomas lombang kini tidak berlanjut.

“Kita sudah sering memberi bantuan, baik yang berupa peralatan cap maupun pelatihan-pelatihan terhadap perajin Sumber pakem ini ,” kata Thohir, yang  kebetulan didampingi perjain muda yang berupaya membangkitkan kerajinan batik, Mashuri (39). Kiai inilah yang mula-mula menularkan ketrampilan membatik kepada tetangga dan para santri di masjidnya.

Sampai akhirnya beberapa tahun lalu perajin batik tulis Sumberpakem ini baru diketahui.
Dan sekarang mendapat perhatian khusus dan sering mendapat order pakaian khas lember “Gus dan Ning” dari Bupati Winarno maupun langsung dari Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) TK II Jember yang dikenakan pada setiap acara-acara tertentu.

“Untuk tahun sekarang ini berapa saja produksi hasl batik tulis kami pasti akan  dibeli ,” kata Mashuri penuh keceriana. (Essa Ghaniel Jawa Pos 24 Nop. ’97)

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Gema Blambangan, Majalah Pemerintah Kabupaten DATI II Banyuwangi, EDISI Khusus, 076-077