Bathara Kathong Membumikan Reog
-Desember 2003- Reog identik dengan Ponorogo, kabupaten seluas 1.372,78 M2, di Jawa Timur. Daya ekspansi kesenian tradisional ini luar biasa…
-Desember 2003-
Reog identik dengan Ponorogo, kabupaten seluas 1.372,78 M2, di Jawa Timur. Daya ekspansi kesenian tradisional ini luar biasa hebat. Mampu menembus mancanegara. “Bahkan, Australia, Amerika Serikat, dan Belanda telah memasukkan kesenian tradisional reog menjadi bagian kurikulum pendidikan mereka, ” kata Bupati Ponorogo, Dr H Markum Singodimedjo, saat membuka lomba Langen Beksan, di pendapa kantornya.
Ketenaran kabupaten ini tak lepas dari sentuhan Batara Kathong, bupati pertama. Dialah yang “membumikan” reog di daerahnya. Lewat kesenian ini dia menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat. Istilah warok (tokoh pemain reog) disinyalir berasal dari kata wara’a, orang yang menjaga diri dari perbuatan dosa. “Kesempurnaan diri itulah Ponorogo (sampurnaning raga),” kata RM. Soehardo, Ketua DPRD setempat.
Ihwal bupati pertama tersebut diyakini masih ada hubungan dengan Keraton Jogjakarta. Semasa keruntuhan Kerajaan Majapahit dan munculnya Kerajaan Demak, debut Batara Kathong dimulai. Pusat pemerintahan yang semula berada di sekitar Kelurahan Sentono, dipindahkan ke Kutha Tengah (pendapa kantor Bupati sekarang). Kelurahan Sentono berjarak sekitar 5 Km dari pusat kota arah ke timur. Dari Terminal Selo Aji dapat ditempuh dengan angkudes jurusan Jenangan, atau langsung naik ojek dari terminal. Ingin lebih santai lagi, pilih becak.
Jasa Betara Kathong meletakkan dasar-dasar pemerintahan di wilayah Ponorogo amat besar. Pantaslah mendapatkan penghargaan dan diingat perjuangannya. Kawasan makamnya cukup menarik. Tepat di gang Raden Kathong berdiri sebuah gapura. Konstruksi gapura itu lebih condong berbentuk kubah. Tak ada ornamen mencolok, warnanya pun putih. Tak berbeda jauh dengan lingkungan makam. Pagar dinding batu bata mengelilingi makam, dan membagi menjadi dua pintu. Pintu pertama masuk pada bagian pelataran. Dua batu besar tergeletak membujur ke pintu ke dua.
Memasuki kawasan utama kompleks makam Batara Kathong, disambut wangi pohon kamboja diiringi kicauan burung kutilang dan trocokan. Nuansa hening mencuat. Semilir angin dari barongan (serumpun bambu) menggerakkan bulu di kulit. Merinding. Untuk memasuki kompleks rnakarn ini pastilah melewati juru kunci. Mbah Mani namanya. Tanpa sepengetahuannya, dapat dipastikan tidak bisa melihat-melihat dari dekat cungkup (nisan) makam.
Grebeg Sura
Setiap tanggal 1 Sura, masyarakat Ponorogo selalu menyambutnya dengan meriah. Begadang semalam suntuk. Tak boleh berteduh. Semua berjalan rnenuju ke alun-alun. Di sanalah mereka duduk dan menunggu saat pergantian tahun. Bupati Markum Singodimedjo melihat potensi peringatan satu Sura amat besar dijadikan even tahunan. Dalam kemasan Festival Reog Ponorogo, tradisi Suroan itu kian marak.
Perhelatan bermula di makam Batara Kathong di Desa Sentono, Kecamatan Jenangan. Upacara Boyong Pusaka (kirab pusaka) peninggalan bupati pertarna itu, diarak keliling kota menuju Kutha Tengah. Jauh hari sebelumnya, semua pusaka telah dibersihkan di Telaga Ngebel. Konon, sebelum memindah pusat pemerintahan, Batara Kathong sempat mensucikan diri di telaga ini. Grebeg Sura 1424 H, delapan bulan lalu saja, dimeriahkan 507 unit reog. Jumlah itu sama dengan umur Ponorogo, 507 tahun. Tahun 2004 nanti (1 Sura 1425 H) direncanakan lebih meriah lagi. “Semua seni budaya Ponorogo kami tampilkan. Tapi settingnya yang bagus,” kata bupati yang sudah dua periode memimpin “bumi reog” tersebut. Gayut dengan rencana itu dia telah memerintahkan Sekretaris Kabupaten, Toni, untuk menimba ilmu ke Negeri Cina. Pasalnya, sementara ini negeri tirai bambu itu sangat jago dalam menampilkan tari-tari kolosal. Nah, itu baru seru, kelak. Azmi
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Jatim News, Tabloid Wisata Plus, Edisi 24, 12 -26 Desember 2003, Tahun I