Banyuwangi Lahan Subur Investasi
Andai diibaratkan,Jakarta di ujung barat Pulau Jawa adalah kepala, maka Banyuwangi di ujung timur adalah kakinya. Meski kepala bergerak, kaki…
Andai diibaratkan,Jakarta di ujung barat Pulau Jawa adalah kepala, maka Banyuwangi di ujung timur adalah kakinya. Meski kepala bergerak, kaki tetap bisa tegak berdiri. Sebaliknya, bila kaki meloncat, maka kepala pun berguncang. “Mau melangkah maju? Pastilah dimulai dari kaki, dan itu Banyuwangi” tandas Bupati Ir H Samsul Hadi dalam nada filosofis beraroma promosi, menjelang harijadi Banyuwangi yang ke-232 , 18 Desember ini.
Bumi Blambangan, demikian sebutan lahir nya, memang menyimpan kekayaan alam dan budayayangtiadatara. Peran kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini, dalam perspektif sejarah nasional, juga sangat signifikan. Siapa pun yang paham, pastilah ” ngiler” untuk investasi di kabupaten berpenduduk 1,4 juta jiwa ini.
Letaknya yang strategis juga sangat mendukung keberadaan kabupaten seluas 5.782,50 km2 ini. Di sebelah barat dibentengi beberapa gunung (antara lain G.Ijen, G. Raung, dan G. Merapi). Keindahan panorama gunung itu baru sebagian saja dari sederet aset SDA (sumber daya alam) yang dimiliki. Di belahan timur, dilingkari pantai sepanjang 175,80 km. Hal yang lumayan spektakuler, luas wilayah lautnya mencapai sepertiga luas wilayah laut Jatim.
Tak hanya itu. Potensi pertanian dan perkebunan daerah MinakJinggo itujuga patut dibanggakan. Posisinya sebagai lumbung pangan Jatim hingga kini tetap disandang. Belum lagi melirik seni budaya setempat. Inovatif, kreatif, dan amatdinamis. Kesenian Gandrung misalnya, sungguh nggandrungi (bikin ketagihan) penontonnya. Atau budaya Using yang bertahan sebagai cagar tradisi masyarakat asli Banyuwangi.
Kabupaten yang secara administratif terdiri atas 21 kecamatan (10 di antaranya terletak di pesisir) , 189 desa, dan 28 kelurahan tersebut menjanjikan perkembangan yang luar biasa. Dengan tetap memegang kaidah konservasi dan pengembangan SDA, Bupati Ir Samsul Hadi telah melakukan serangkaian terobosan pembangunan berskala nasional. Jelas, hal itu menyedot dana APBN. “Tidak ada kata lain, pembangunan Banyuwangi harus dimulai dari konservasi ,” tandas putra daerah yang akrab disapa dengan panggilan Kang Samsul itu.
Bandara Blimbingsari
Fieran pertumbuhan sektor ekonomi daerah yang pemah berjuluk Kota Pisang tersebut, paling besar dipasok sektor pertanian 53″/0″58,51 %. Peringkat kedua diduduki sector perdagangan, hotel, dan restoran sekitar 22,73%. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga yang berlaku mencapai Rp 5,706 triliun (2002). Khusus sector perdagangan, hotel dan restoran yang berada di peringkatdua, sekaligus merupakan indikasi besamya peran pariwisata Banyuwangi terhadap kondisi ekonomi makro setempat.
Seperti pembangunan Bandara Blimbingsari, di Kecamatan Rogojampi yang direncanakan selesai dan beroperasi tahun 2006 nanti. Lapangan terbang tersebut diharapkan memacu perkembangan kawasan pintu masuk Jatim di bela han timurtersebut.
Prospek keberadaan bandara tersebut memang bagus. Jarak Surabaya-Banyuwangi (300 km lebih) bisa “diperpendek” menjadi sekitar 45 menit saja, tidak lagi 5-6 jam jalan darat. Demikian pulajarak BanyuwangiBali. Pangsa pasamya pun sudahjelas. Tercatat ada 48 perusahaan eksportir di kabupaten ini, sebagian di antaranya PMA (perusahaan modal asing). Acap ~ali mereka harus lebih dahulu keSurabayauntuk menemui rekanan bisnisnya. Kelak, setelah bandara beroperasi, akan lebih efektif jika rekanan dimaksud yang langsung ke Banyuwangi.
Proyek lainnya juga sarat muatan prospek yangtinggi. Sebut saja proyek pembangunan Waduk Singolatri. “Pembangunan waduk tersebut bertujuan menjinakkan arus sungaisungai yang kerap menimbulkan bencana. Realisasinya tinggal satu langkah,” kata R. Soekarwodinoto CES, Kepala Bapeda Kabupaten Banyuwangi. Pemkab setempat telah menjalin kerjasama dengan pihak investor dari Jepang.
Tipikal sungai-sungai di Banyuwangi memang beda dengan Sungai Kali Brantas di Malang, misalnya. Hulu sungai-sungai di Bumi Blambangan itu boleh dikata satu titik, di kawasan Gunung Ijen. Alumya lurus dan langsung menuju pantai. Antarsungai nyaris tak berhubungan langsung. Itulah sebabnya stabilitas volume air di masing-masing sungai sulit dikendalikan, dan kerap menimbukan bencana. “ProyekSupply Inter Basin telah kami siapkan untuk mendukung waduk,” lanjut Karwo, sapaan akrab mantan Kepala Dinas Pengairan Banyuwangi itu.
Proyek lain yangjuga berskala nasional dan telah beroprasi adaiah tempat reparasi kapallaut (dock) bemama Putra Banyuwangi Sejati Dock-Yard. Meski hingga Desember ini dockitu baru mampu melayani “cuci pantat” kapal, namun perkembangan ke depan diproyeksikan mampu melayani perbaikan dan perawatan kapal. Oocktersebut sangat membantu k~beradaan pelabuhan penyeberangan Ketapang dan kapal ikan yang beroperasi di Muncar. Sedangkan untuk servis dan pariwatan kapal, tidak lagi harus ke Tanjung Perak,Surabaya. cukup ke dock di Kecamatan Wongsorejo tersebut
Segitiga Emas Pariwisata
Potensi pariwisata Banyuwangi melengkapi pilihan pebisnis menginvestasikan modalnya. Keindahan panorama alam yang ditunjang kekayaan seni budaya lokal, klop Tak diragukan lagi . Sebut saja Pulau Tabuhan, satu di antara 10 pulau keeil yang dimiliki Tanah GandJ1Jngitu. Indahnya amat menawan. Keliling pulau hanya 16 km, pantainya berpasir putih. Taman laut seputar pulaujuga menakjubkan. Pas sebagai ajang snorkeling dan diving(selam). Begitu pula jetski, surfing, sailing, fishing, dan canoing dapat dilakukan selepas melihat kekayaan flora dan fauna under water (bawah air). Pantai Sukamade dean penyunya, Pantai Plengkung yang konda~ ombaknya, atau Segara Anakan dengan burung imigrannya, hanyalah sebagian kecil dari atraksi alam berdaya tarik wisata. “Gunung ijen, Pantai Plengkung, dan Pantai Sukamade, merupakan
segi tiga em as pariwisata Banyuwangi,” kata Bupati Samsul Hadi yang pemah berdinas di Departemen Transmigrasi, Jakarta. Sarana penu.nj ang pariwisata pun mulai bermunculan. Hotel dan restoran bakjamur di musim hujan. “Sayangnya, wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi masih terikat paket wisata dengan biro pedalanan wisata di Bali,” terang H Asma’i Hadi, Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya (Parsenbud) setempat. Hotel yang kerap digunakan wi satawan mancanegara dapat dibilang spektakuler. ljen Resort and Villas (IRV) contohnya. Lokasi hotel yang dipilih tidaklah diperkirakan oleh kebanyakan pebisnis. Maklum, menuju IRV di Desa Randuagung, Kecamatan Glagah, tidaklah mudah. Meski badan jalan beraspal namun medannya berkelok-kelok dan naik-turun Diteruskan dengan jalan tanah yang juga naik turun. Pembangunan IRV itu, menurut Bupati, merupakan”ide besar sekaligus gila”.
Hotel di tengah hamparan persawahan itu dibangun tahun 2000. Keberadaannya kini mampu mengatarkan pemiliknya, Soedjanto, menerima anugerah Pariwisata Award 2003 dari Dinas Pariwisata Privinsi Jawa Timur.
Posisi Banyuwangi denganBali yang hanya dipisahkan selat, juga menguntungkan
Penyeberangan ke Pulau Dewata pasti melalui Pelabuhan Ketapang di kawasan Sri Tanjung (nama putri dalam legenda Banyuwangi). Apalagi bila Bandara Blimbingsari sudah beroperasi. Wisatawan dari dan keBalinyaris bisa diprediksikan tak sekadar transit di Banyuwamgi. Pendek kata, layak berobsesi menjadi daerah tujuan wisata, kelak.
Serumpun dengan Bali
Masyarakat kabupaten ini juga dikenal kaya seni budaya. Atraksi budayanya pastilah memikat wisatawan. Ragamnya pun banyak. “Di Bali, sejauh mata memandang, pura dan ritual Hindu Bali menjadi pemandangan. Di Banyuwangi, setiap jengkal daerah memiliki kekhasan sendiri,” kata Soedjanto dalam nada membandingkan. Boleh jadi tak berlebihan. Simak saja, dari Dusun Cungking, Kelurahan MOjopanggung, Kecamatan Giri, lahir kesenian Gandrungyang termasyhur hingga mancanegara. “Kesenian Gandrung menjadi icon daerah yang layak jual,” komentar Sahuni, Kasi Atraksi Disparta setempat. Keseriusan pemkab setempat mendukung berkembangnya kesenian tradisionalnya, sangat besar. Disparta bahkan telah melaksanakan pelatihan Gandrung profesional selama satu bulan, diikuti 33 orang. Mereka akan dinobatkan tepat pada puncak acara HUT Banyuwangi, 18 Desember ini. Cita rasa kesenian khas Banyuwangi, banyak yang menilai serumpun dengan kesenianBali. Faktualnya memang demikian. Mulai dari peralatan, irama, dan gerakan banyak kesamaan. Maklum, ketika Kerajaan Majapahit runtuh, penganut Hindu sebelum menyeberang keBalilebih dulu singgah di Banyuwangi. Bukan itu saja, pengaruh Islam juga meresap dalam cipta karya mereka. Kesenian Kuntulan yang berpangkal dari seni hadrah dengan tarian rodat, salah satu bukti. Musik patrol yang hampir ada di semua daerah, menjadi berbeda di tangan masyarakat Blambangan. “Masyarakat Banyuwangi sangat cerdik mengadopsi kesenian daerah lain, kemudian tumbuh menjadi kesenian yang khas,” ujar Hadi, aktifis sebuah LSM. “Dangdut saja diadopsi menjadi kesenian kendang kempul,” tambah pemuda asal Jombang itu. Penampilan seni budaya teragendakan setiap padang bulan (tanggal 15 dalam penanggalan Jawa). Tempatnya pun di pusat kota, lazim disebut Gesebu (Gedung Kesenian dan Budaya). Di sisi lain, tiap daerah memiliki tradisi yang teragendakan tiap tahun. Seperti Larung Sesaji di Pelabuhan Muncar, Ketxrkeboan, dan Endogendogan.
Puputan Bayu
Sejarah (dan legenda) Banyuwangi semakin memantapkan perannya dalam mewamai sejarah nasional. Runtuhnya Kerajaan Majapahit yang menguasai wilyah kurang lebih sama dengan kawasan Indonesiasekarang, salah satunya karena perang Paregreg. Tedadi karena Blambangan sebagai wilayah bawahan menuntut hak atas kepemimpinan Kerajaan Nusantara tersebut. Saat Belanda menjajah Indonesia, Wong using
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Jatim News, Tabloid Wisata Plus, EDISI24, 12 -26 Desember 2003, Tahun I