Berkah Ritual Rambut Monte
Saat memasuki pintu gerbang objek wisata Cagar Budaya Rambut Monte (CBRM), di Gandusari, Blitar, perasaan biasa-biasa saja. Sama seperti pintu…
Saat memasuki pintu gerbang objek wisata Cagar Budaya Rambut Monte (CBRM), di Gandusari, Blitar, perasaan biasa-biasa saja. Sama seperti pintu gerbang objek wisata pad a umumnya di Jawa Timur. Namun, setelah melewati pintu gerbangnya, barulah “terasa” betapa banyak misteri dan kenangan yang “tersimpan” di CBRM.
CBRM adalah lokasi Prasasti Rambut Monte, sebuah tempat pemujaan agama Hindu, wujudnya menyerupai eandi dalam ukuran relatif keeil. Prasasti itu dibangun pada masa kerajaan Majapahit. Konon , raja atau para- punggawa kerajaan melakukan pemujaan kepada para dewa ketika mereka sedang beristirahat dalam perjalanan.
Bentuk eagar budaya itu tidak begitu tinggi. Kurang lebih 2,2 meter, bergaris tengah 3 meter. Terbuat dari bahan batu kali. Sampai saat ini CBRM masih diminati banyak pengunjung. Lazimnya mereka bersemedi, melaksanakan pemujaan, atau sekadar melihat-lihat prasasti peninggalan nenek moyang itu. “Sekali waktu ada yang punya hajat syukuran di sini” kata seorang tukang ojek yang mangkal di lokasi objek wisata itu. Memang, saban hari ada tumpukan bungabunga di atas eandi itu. Harumnya semerbak.
Ikan Senggiring
Pada sisi kanan CBRM terdapat sebuah kolam ikan seluas sekitar 1 ha. Ratusan ekor ikan sebesar lele dumbo berkeliaran di dalamnya. Bentuk ikannya menyerupai hiu, berwarna hitarn keabuabuan. Nyaris sernua pengunjung terpesona, dan ingin memiliki ikan “aneh” tersebut. Namun, ingat, bukan semba· rang ikan. Penduduk setempat rnenamai ikan Senggiring.
Pengunjung tidak boleh memancing atau rnengambil ikan tersebut dengan cara apapun. Konon, ikan keramat. Pengunjung hanya dapat melihat sambil memberi makan. Kesakralan ikan Senggiring bagi penduduk setempat sudah lama diyakini secara turun ternurun. Jika pantangan dilanggar, diyakini pula akan
rnendatangkan rnalapetaka.
“Suatu ketika ada yang tidak pereaya kekerarnatan ikan Sengigiring, kernudian menangkap dan mengkonsumsi ikan itu. Dua rninggu kemudian orang dirnaksud mengalami keeelakaan,” ujar Sutopo, warga setempat. Ditanya apakah setiap orang ya ng rnengambil ikan dari kolam Senggiring akan mengalami rnalapetaka, dia jawab, “Pokoknya masyarakat di sini tidak ada yang berani. Begitu pula pengunjung setelah menerima penjelasan kami.”
Penduduk setempat atau pengunjung baru boleh (dan berani) mengambil ikan Senggiring jika sudah hanyut dari kolam ke sungai. Diyakini pula, seseorangyang beruntung memperoleh ikan Senggiring di luar kolamnya, merupakan firasat akan mendapatkan rezeki.
Memang menarik mengamati dasar kolam sakral itu. Tampak ada beberapa sumber yang memanearkan air jernih dan tidak pernah surut. Air dari kolam itu mengalir ke sungai, dan dimanfaatkan penduduk untuk irigasi
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Jatim News, Tabloid Wisata Plus, EDISI 19, 26 September -10 Oktober 2003, Tahun I