Batik Menyebar di Seluruh Jawa Timur
Setelah batik diakui UNESCO pada 2 Oktober lalu, kemudian ‘gerakan berbatik’ digalakkan pemerintah, batik sebagai warisan budaya yang diwariskan secara…
Setelah batik diakui UNESCO pada 2 Oktober lalu, kemudian ‘gerakan berbatik’ digalakkan pemerintah, batik sebagai warisan budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak masa kerajaan, kembali menjadi primadona.
Awalnya rasa nasionalisme dihembuskan untuk membangkitkan kemauan
mengenakan batik. Tapi sekarang telah menjadi trend dunia mode – bukan hanya masyarakat kebanyakan yang memakainya, tapi juga kalangan selebritis.
Ini benar-benar kabar gembira untuk usaha batik diIndonesia, termasuk bagi perkembangan batik di Jawa Timur. Situasi ini ditangkap pula oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur dengan menggelar Pameran Batik di Cramedia Expo,Surabaya, 12 – 16 Mei 2010, sekaligus memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-102.
“Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur berusaha mendorong berkembangnya batik sebagai salah satu ikon industri kreatif Jatim baik di pasar nasional maupun global,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur, Dr. Ir. Zainal Abidin kepada Prasetya.
Batik memiliki basis budaya yang kuat, terutama di masyarakat Jawa. Di Jawa Timur batik tersebar di berbagai daerah, di Madura hampir merata di empat kabupaten, di Tuban dengan batik gedognya, di Sidoarjo dengan Batik Kenongo, bahkan juga berkembang di kota besar Surabaya.
Total industri kerajinan batik di Jawa Timur yang tercatat di Disperindag sebanyak 191 sentra industri kecil dan menengah yang tersebar di kabupaten/kota. Industri batik, dikelompokkan dengan industri bordir, tenun dan produk tekstil. Jumlah unit usaha tercatat sebanyak 5.926 dengah tenaga kerja sebanyak 21.000 orang lebih. Total nilai produksi tidak kurang Rp 243 milyar setahun:
“Batik telah memiliki nilai ekonomi yang tinggi,” tambah Zainal Abidin. Data di Disperindag Pamekasan menunjukkan, industri batik tersebar di 11 kecamatan dari 13 kecamatan di Kabupaten Pamekasan: Kecamatan Proppo, Palengaan, Pamekasan Kota, Waru, Pegantenan, Galis, Tlanakan, Kadur, Pakong, Larangan dan Pademawu. Tercatat 1.200 unit usaha di 11 kecamatan itu dengan total produksi 279,680 lembar/tahun senilai Rp 24 miliar. Sekitar 35% dari jumlah produksi dipasarkan di pasar lokal di Madura. Sekitar 50% masuk pasar regional dan nasional, bekerjasama dengan butik-butik dikotaSurabaya,Malang,Jogjakarta,Balidan Banyuwangi. Sisanya sekitar 15% masuk pasar Malaysia, Brunei Darussalam, Myanmar, Jerman, Belgia, dan Italia.
Kontribusi industri batik, meski masih skala rumahan, memberikan kontribusi yang cukup signidikan bagi pertumbuhan ekonom Jawa Timur. “Dari 5,01 pertumbuhan ekonomi Jatim 2009, sekitar 53,4 % berasal dari Usaha Kecil Menengeah yang mayoritas dari perajin, yang di antaranya adalah pengrajin batik, ” kata Zainal Abidin.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan pembinaan secara khusus kepada perajin untuk meningkatkan kemampuan skill membatik, selain
memberikan bimbingan manajemen kepada para pengusaha baik beserta fasilitas untuk mendorong perkembangan usaha, termasuk fasilitas pameran di banyak daerah.
Diharapkan dari pembinaan ini seluruh pelaku Usaha Kecil Mengenah dapat meningkatkan kualitas produk, serta desain yaFlg lebih baik dan sesuai dengan selera pasar. “Di setiap kesempatan pameran, termasuk diJakartamaupun di luar negeri, kami memberikan kes.empatan kepada para pengusaha di Jawa Timur untuk mengikutinya,” kata Zainal Abidin.
Bimbingan teknis membatik bahkan juga diberikan untuk menumbuhkan perajin-perajin baru di kalangan generasi muda selain ibu-ibu rumahtangga yang
berminat berwiraswasta atau sekadar mengisi waktu senggangnyadi sela-sela kesibukan sebagai ibu rumahtangga.
Pameran yang diadakan di Gramedia Expo itu adalah sebagaian dari upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tmue untuk mengembangkan batik, bukan saja sebagai media seni budaya tapi juga sebagai usaha.
Maka pameran itu diberi tajuk “Membangun Ekonomi Jawa Timur Melalui Pengembangan dan Peningkatan Kreativitas Kerajinan Batik Sebagai Wujud Pelestarian Budaya Khas Daerah.”
Sejarah pembatikan diIndonesiaberkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Bisa dikatakan perkembangan batik berasal dari Jawa Timur (Majapahit adalah kerajaan besar diJawa Timur). Namun dalam beberapa catatan, pengembangan batik mulai dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram (Jawa Tengah), yang meruntuhkan Kerajaan Majapahit, kemudian pada masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan
keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton
dan dikerjakan di tempatnya masingmasing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh ibu-ibu tetangga dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita, ibu rumahtangga, untuk mengisi waktu senggang.
Seni batik meluas menjadi milik rakyatIndonesia, terutama Jawa, setelah akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah Perang Dunia I berakhir atau sekitar 1920. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pergerakan Muslim yang juga pedangang batik untuk melawan perekonomian Belanda.
Maka tidak heran jika potensi kerajinan batik di Jawa Timur menyebar di seluruh kabupatenkota. Hampir seluruh daerah Jawa Timur ditemukan sentrakerajinan batik meski hanya skala kecil. Batik yang diproduksi oleh sentra-sentra industri di Jawa Timur ini memiliki cirri khas masing-masing yang secara kasat mata bisa dibedakan. Umumnya masingmasing pengrajin menampilkan motif alam sekitarnya.
Mojokerto adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit, maka batik berkembang di sini. Batik juga berkembang di Tulungagung sebagai daerah pengembangan Kerajaan Majapahit saat itu. Tulungagung yang sebagian wilayahnya rawa-rawa (Bonorowo), saat itu dikuasai oleh Adipati Kalang, yang tidak mau tunduk kepada Kerajaan Majapahit.
Daerah pembatikan di Mojokerto sekarang terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Di luar Kabupaten Mojokerto, batik juga ditemukan di Jombang.
Waktu krisis ekonomi 1930an, pengusaha batik Mojokerto ikut lumpuh. Pengusaha-pengusaha batik di Sidoarjo, yang kebanyakan rumahan, bangkrut.
Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk keIndonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan muncul lagi sesudah revolusi saat Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.
Mojokerto sebelumnya dikenal dengan batik Kalangbret, yang coraknya hampir sama dengan batik-batik keluaranYogyakarta: dasarnya putih dan warna
coraknya coklat muda dan biru tua.
Tempat pembatikan yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu di Mojokerto adalah Desa Majan dan Simo. Batik Majan juga mempunyai riwayat
sebagai peninggalan zaman peperangan Pangeran Diponegoro 1825. Warna babaran batik Majan dan Simo dikenal unik, merah menyala (yang diperoleh dari kutit mengkudu) dan warna lainnya dari tom.
Daerah Ponorogo pada awal abad XX juga dikenal sebagai daerah batik yang dalam pewarnaannya menggunakan nila yang tidak luntur. Akibat batik cap kasar diproduksi secara massal yang dikenal dengan batik cap mori biru, pasaran batik cap kasar Ponorogo terkenal seluruhIndonesia.
Mojokerto, Jombang, Tulungagung, dan Ponorogo yang tidak begitu dikenal dalam peta industri batik, sampai sekarang masih ada sisa jejak kerajinan batik. Batik masih berkembang di Sidoarjo, Madura, Tuban, Blitar, Banyuwangi dan daerah-daerah lainnya.
Batik Madura, memiliki ciri khas dengan motif batik pantai dengan warna
cenderung gelap, merah gelap, bahkan dipadukan dengan warna hitam yang merupakan warna yang disukai oleh masyarakat Madura.
Batik Sidoarjo menampilkan motif udang dan ikan serta dedaunan; tapi juga menampilkan warna gelap. Semen tara batikSurabayalebih mengarah pada motif bebas imprisonis meski tetap natural dengan warna-warna terang, abu-abu atau coklat cerah.
Demikian juga Kota Malang, Jawa Timur, juga tidak mau ketinggalan dalam usaha pelestarian batik. Batik yang diproduksi para pembatik dikotapendidikan itu memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lain. “Motifnya juga tidak jauh-jauh dengan lambang Kota Malang, cerabut ‘rambut singa’,”: kata
penggagas batik di Kota Malang Ny. Heri Peni Suparto.
Selain rambut singa yang menjadi identitas Batik Malangan, tugu Kota Malangyang menjadi lambangkotatersebut juga tidak boleh ditinggalkan.
Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait di Jawa Timur, namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat di daerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata. Tidak salah jika perkembangan batik di Mojokerto dan Tulungagung pada masa kemudian lebih dipengaruhi corak batik Solo danYogyakarta.”Perkembangan batik di Jawa Timur cenderung lambat, namun bukan berarti tidak berkembang,” kata Zainal. Diketahui, batik-batik produk Jawa
Timur, terutama Madura, masuk ke pasar luar negeri melalui pengusaha batik dariYogyakarta.
Batik yang sempat diklaim milik Negara lain kini mulai kembali kembali menjadi milik masyarakat Indonesia sepenuhnya, setelah pada 2 Oktober 2009 diakui secara resmi oleh UNESCO yang menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi (masterpieces of the oral and intangible heritage of humanity). Pengakuan Unesco itu ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari batik nasional yang kembali membangkitkan semangat
nasionalisme dan ekonomi para pengusaha batik diIndonesia.
Perkembangan batik di berbagai wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur saat ini cukup signifikan. Ini ditandai dengan bermunculnya industri skala mikro kecil maupun skala rumah tangga yang terus menghasilkan produk dengan motif dan pewarnaan khas yang dipengaruhi oleh karakter daerah masing-masing.
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Prasetya, Buletin Bulanan, Sumber Inspirasi Birokrasi,Volume II,No. 17, Mei 2010